HIMASINDO

Sabtu, 01 Juni 2013

Sajak Seonggok Jagung

SAJAK SEONGGOK JAGUNG
Oleh :
W.S. Rendra

            Seonggok jagung di kamar
            dan seorang pemuda
            yang kurang sekolahan.
            Memandang jagung itu,
            sang pemuda melihat ladang;
            ia melihat petani;
            ia melihat panen;
            dan suatu hari subuh,
            para wanita dengan gendongan
            pergi ke pasar ………..
            Dan ia juga melihat
            suatu pagi hari
            di dekat sumur
            gadis-gadis bercanda
            sambil menumbuk jagung
            menjadi maisena.
            Sedang di dalam dapur
            tungku-tungku menyala.
            Di dalam udara murni
            tercium kuwe jagung
            Seonggok jagung di kamar
            dan seorang pemuda.
            Ia siap menggarap jagung
            Ia melihat kemungkinan
            otak dan tangan
            siap bekerja
            Tetapi ini :
            Seonggok jagung di kamar
            dan seorang pemuda tamat SLA
            Tak ada uang, tak bisa menjadi mahasiswa.
            Hanya ada seonggok jagung di kamarnya.
            Ia memandang jagung itu
            dan ia melihat dirinya terlunta-lunta .
            Ia melihat dirinya ditendang dari diskotik.
            Ia melihat sepasang sepatu kenes di balik etalase.
            Ia melihat saingannya naik sepeda motor.
            Ia melihat nomor-nomor lotre.
            Ia melihat dirinya sendiri miskin dan gagal.
            Seonggok jagung di kamar
            tidak menyangkut pada akal,
            tidak akan menolongnya.
            Seonggok jagung di kamar
            tak akan menolong seorang pemuda
            yang pandangan hidupnya berasal dari buku,
            dan tidak dari kehidupan.
            Yang tidak terlatih dalam metode,
            dan hanya penuh hafalan kesimpulan,
            yang hanya terlatih sebagai pemakai,
            tetapi kurang latihan bebas berkarya.
            Pendidikan telah memisahkannya dari kehidupan.
            Aku bertanya :
            Apakah gunanya pendidikan
            bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing
            di tengah kenyataan persoalannya ?
            Apakah gunanya pendidikan
            bila hanya mendorong seseorang
            menjadi layang-layang di ibukota
            kikuk pulang ke daerahnya ?
            Apakah gunanya seseorang
            belajat filsafat, sastra, teknologi, ilmu kedokteran,
            atau apa saja,
            bila pada akhirnya,
            ketika ia pulang ke daerahnya, lalu berkata :
            “ Di sini aku merasa asing dan sepi !”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar